BOLEHKAH ANAK DITAHAN?

https://www.youtube.com/watch?v=DJisveAwZZ4

Terjadi lagi kekerasan atau perundungan yang dilakukan oleh pelajar SMP di Cimanggu Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Perundungan yang dilakukan siswa SMP ini dilakukan di luar lingkungan sekolah, pelaku perundungan sendiri dari informasi yang beredar dimedia elektronik maupun di media sosial, pelaku masih berumur 15 tahun dan korban berumur 14 tahun. Saya yakin orang tua korban dan masyarakat tidak akan terima dengan adanya kejadian seperti ini, apalagi kalau ini terjadi pada anaknya. Tentu semua pihak akan marah dan sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi dan dilakukan oleh anak yang masih duduk dibangku sekolah.

Dari informasi yang beredar perundungan yang dilakukan pelaku, yaitu menyerang korban dengan cara menendang memukul korban secara bertubi tubi, hingga mengakibatkan korban luka, dan sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan motif pelaku melakukan perundungan atau kekerasan kepada temannya tersebut dikarenakan korban mengaku menjadi anggtoa barisan siswa, padahal dia bukan sebagai anggota, inilah latar belakang yang memicu perundungan atau kekerasan yang dilakukan oleh pelaku dan disaksikan oleh beberapa teman pelaku.

Sahabatku semua, seperti yang pernah saya sampaikan pada video video saya sebelumnya, bahwa ketika seorang anak menjadi pelaku tindak pidana, dan anak menjadi korban tindak pidana, seperti dalam kasus ini, maka anak yang menjadi pelaku tindak pidana atau sebagai pelaku tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana, maka proses hukumnya mengggunakan ketentuan undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sedangkan Perlindungan bagi anak yang menjadi korban tindak pidana atau anak sebagai korban tindak pidana, maka anak yang menjadi korban kekerasan atau perundungan oleh temannya sendiri, mendapat perlindungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, maka terhadap anak yang melakukan kekerasan atau perundungan tersebut, maka proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa, untuk anak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana, proses hukumnya menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Salah satu substansi dari undang-undang tersebut yaitu mengatur tentang upaya diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

System peradilan pidana ini wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Yang dimaksud dengan keadilan restoratif berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan PIdana Anak. Yang dimaksud dengan keadilan retoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Diversi ini dilakukan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun, dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Jadi apabila dari kasus yang terjadi ini ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perundungan diancam dengan pidana dibawah 7 tahun dan pelaku pelaku tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana, maka penyelesaian dalam kasus ini wajib diupayakan diversi. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Proses diversi ini dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial professional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Selain itu jika diperlukan musyawarah diversi dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial, dan/atau masyarakat. Kesepakatan diversi ini tentu harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya.

kemudian bagaimana dengan penahanan terhadap pelaku yang melakukan perundungan tersebut, Apakah boleh dilakukan penahanan terhadapnya?. Sahabatku semua perlu diketahui bahwa ketika anak sebagai pelaku tindak pidana, maka anak tersebut dikatakan sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. pengertian anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Sedangkan anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, bisa dilakukan penahanan jika ;

  • Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih
  • diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

Kesimpulannya adalah anak sebagai pelaku tindak pidana bisa ditahan dengan syarat anak telah berujur 14 (empat belas) tahun, dan ancaman pidana yang dilakukan 7 (tujuh) tahun atau lebih. Ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Akan tetapi jika ada jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana, maka PENAHANAN TERHADAP ANAK TIDAK BOLEH DILAKUKAN.

Jadi penahanan terhadap anak jika ada jaminan dari orang tuanya/walinya/lembaga. Ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 32 ayat (1). Syarat penahanan sebagaimana dimaksud harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Kemudian dimana ditempat penahannya. Penahanan terhadap anak tersebut bertempat di LPAS atau lembaga penempatan anak sementara. Dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan dapat dilakukan di LPKS atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang merupakan lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak.

Perlu diingat selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi. Penahanan terhadap anak untuk kepentingan penyidikan atau dalam tingkat kepolisan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari, dan atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 8 (delapan) hari. Jika dalam waktu 8 (delapan) hari telah berakhir, anak wajib dikeluargan demi hukum. ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Kemudian dalam hal penahanan dilkukan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum dapat melakukan penahanan terhadap anak paling lama 5 (lima) hari, dan atas permintaan penuntut umum dapat diperpanjang oleh hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari. Dahal hal jangka waktu perpanjangan tersebut berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum. ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Kemudian dalah hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari, dan atas permintaan hakimd apat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas). Jika dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari tersebut berakhir, dan hakim belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Sahabatku sekalian dari kasus perundungan yang dilakukan siswa smp ini hendaknya menjadi pelajaran dan menjadi evaluasi bagi semua satuan pendidikan agar terus melakukan dan meningkatkan pengawasan, agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Selain itu sebagai langkah pencegahan bisa dengan melakukan edukasi seperti melakukan penyuluhan hukum kepada para siswa tentang bahaya perundungan. Apalagi saat ini sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang telah diundangkan pada tanggal 4 Agustus 2023.

Salah satu upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d yaitu bertujuan agar peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya yang mengalami kekerasan bisa segera mendapatkan penanganan dan bantuan yang menyeluruh. Jadi satuan pendidikan sudah seharusnya melaksanakan aturan tersebut.

Sahabatku semua seperti yang telah saya sampaikan diawal bahwa ketika anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, dan anak sebagai saksi tindak pidana, maka proses hukumnya menggunakan Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dan salah satu substansi dari undang-undang tersebut adalah mengatur tentang upaya diversi. Jadi pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Selain itu juga mengatur ketentuan penahanan terhadap anak.

Sahabatku sekalian demikian tentang penahanan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Semoga kasus kasus ini menjadi pelajaran dan menjadi perhatian bagi semua pihak, pemerintah, orang tua, masyarakat, dan khususnya bagi satuan pendidikan yang ada, jangan sampai hal ini terus berulang dan terus tejadi lagi. Oleh karena itu satuan pendidikan hendaknya menjalankan kewajibannya dalam memberikan perlindungan terhadap anak didiknya, selain itu juga segera melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Demikian semoga bermanfaat wassalaamu’alaikum wr wb.

Alih Usman (Bang Ali)

Penyuluh Hukum


Cetak   E-mail

Related Articles

KADARKUM

LOMBA KADARKUM BAGIAN 1